BAB I
PEMBAHASAN
Kata “AKHLAK” berasal dari bahasa Arab “KHULQUN” yang berarti : Haalun linnafsi raasikhatun tashduru ‘anhaal af-‘aalu min ghairi haajatin ila fikrin wa rawayyatin, artinya : Suatu keadaan jiwa yang dapat melakukan tingkah laku tanpa membutuhkan banyak akal dan pikiran[1] dan dikhususkan untuk sifat dan karakter yang tidak dapat dilihat oleh mata. Sedangkan Al-Qurthubi berkata, Akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercela. Adapun yang terpuji, secara umum adalah menjadikan diri anda dan orang lain dalam diri anda lalu anda mengambil baktinya tetapi tidak mengabdi kepadanya. Detailnya adalah : lapang dada, lembut, sopan, sabar, saling mencintai, dan sebagainya. Sedangkan tercela adalah kebalikannya[2].
Ibnu Al-Mubarak rahimahullah meriwayatkan ketika mendefinisikan tentang akhlak yang baik ia berkata, “Yaitu bermanis muka, melakukan kebaikan, dan menahan diri dari perbuatan buruk[3]”. Akhlak menempati kedudukan yang luhur dalam Islam, bahkan di antara misi utama agama ini adalah menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda Nabi SAW :
اكمل المؤ منين ايمانا احسنهم خلقا
Artinya : “ Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”[4]
Dari penjelasan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai keimanan paling sempurna adalah apabila orang tersebut memiliki akhlak yang baik, karena dari akhlak yang baik akan menimbulkan hati yang bersih untuk beribadah dan menambah keimanan seseorang kepada Tuhannya. Bahkan akhlak yang baik menjadi penyebab terbanyak masuknya seorang hamba ke dalam surga, karena dengan begitu seorang hamba akan selalu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Akhlak terpuji (baik) mempunyai arti yang sangat luas dan banyak sekali contohnya, karena akhlak baik tidak hanya satu di dunia ini maka dari itu kami akan menjelaskan sebagian contoh hadis tentang akhlak baik.
A. Jujur
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً رواه مسلم .
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586[5]
Perowi hadis di atas adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud salah seorang Assabiqun Al-awalaun (golongan yang pertama-tama masuk Islam), termasuk kalangan sahabat utama dan ahli fiqih, hafal dari Rasulullah saw 70 surat. Meninggal di Madinah tahun 32 H dalam usia 60 tahun.
As-shiddiq artinya sesuai antara perkataan dengan hati dan sesuai antara perbuatan dengan perkataan[6]. Para ulama berkata,” hadis di atas bermakna, bahwa jujur mengantarkan kepada amal shalih yang bersih dari setiap cela. Sedangkan al-birr, adalah sebutan untuk semua jenis kebaikan dan ada yang mengatakan bahwa itu adalah surga, sedangkan kedustaan bisa menimbulkan kejahatan.
Jujur termasuk unsur terpenting dalam kehidupan social, disamping sebagai landasan utama struktur masyarakat. Tanpa adanya kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat, maka akan terurailah ikatan masyarakat dan hubungan antar sesama manusia. Kita tidak dapat membayangkan betapa buruknya gambaran pergaulan masyarakat jika tidak disertai dengan kejujuran. Sesungguhnya, kejujuran telah menjadi fitrah manusia. Sebagai contoh, jika kita menceritakan tentang orang yang jujur dan orang yang dusta kepada anak kecil, maka ia akan lebih menyukai orang yang jujur dan membenci yang pendusta[7].
Makna Secara Umum:
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memiliki sifat akan berlanjut menjadi sifat-sifat baik dan buruk tergantung individual masing-masing. Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke syurga serta menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke neraka.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[8]:
1. Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
2. Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
3. Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
4. Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
5. Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
6. Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
7. Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang Islam.
8. Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
9. Dusta merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
B. Amar ma’ruf nahi mungkar
Islam merupakan agama yang paling sempurna karena Islam rahmat bagi semesta alam. Islam selalu mengajarkan sifat-sifat yang baik kepada hambanya bukan untuk berbuat jahat. Jika ada umat Islam berbuat kejahatan itu bukan kesalahan Islam akan tetapi kesalahan individual orang yang melakukan, karena Islam selalu memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar yang artinya berlomba-lombalah dalam kebaikan dan jauhilah kejahatan seperti dalam hadis rasulullah SAW bersabda :
عَن أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ[رواه مسلم]
Artinya :”Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”. (Riwayat Muslim)[9].
Dari penjelasan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT selalu memerintahkan hambanya untuk berbuat baik. Jika ada salah seorang diantara kalian melihat suatu kemunkaran maka Allah SWT mengingatkan agar kita merubahnya. Pertama, kita dapat merubahnya dengan mengingatkan saja jika tidak dapat maka dengan hatinya karena itu adalah selemah-lemahnya iman seseorang. Maka dari itu sesama muslim kita wajib mengingatkan dalam hal kemunkaran dan selalu mengajak dalam hal kebaikan agar kita semua memiliki iman yang kuat.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[10]:
1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridho terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
3. Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.
C. Membantu Sesama Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
(رواه مسلم)
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya.
(Riwayat Muslim)
Dari penjelasan hadis di atas sudah jelas bahwa Allah SWT akan selalu menolong hambanya jika dalam kesulitan apalagi jika hambanya selalu menolong orang lain Allah SWT akan member lebih dari apa yang telah ia lakukan.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[11]:
1. Siapa yang membantu seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia dapatkan pada hari kiamat sebagai tabungannya yang akan memudahkan kesulitannya di hari yang sangat sulit tersebut.
2. Sesungguhnya pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
3. Berbuat baik kepada makhluk merupakan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah Ta’ala.
4. Membenarkan niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan pahala sehingga amalnya dan kesungguhannya sia-sia.
5. Memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak akan terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
6. Selalu membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
7. Keutamaan duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.
D. Memenuhi Janji
Janji adalah hutang jika kita telah berjanji pada seseorang maka kita harus bisa berusaha untuk menepatinya, karena jika kita mengingkarinya maka kita termasuk golongan orang munafiq. Mengingkari janji hukumnya haram antara sesama muslim, sekalipun terhadap orang kafir, lebih-lebih terhadap muslim. Jadi memenuhi janji termasuk keutamaan sementara mengingkarinya berdosa besar. Mengingkari janji ada dua macam : pertama, berjanji tapi didalam hatinya ada niat untuk tidak menepatinya, ini adalah perilaku paling buruk. Kedua, berjanji disertai niat untuk menepatinya. Namun setelah itu berubah sehingga tidak menepatinya tanpa udzur[12]. Dalam hadis rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ا ية المنا فق ثلاث : ادا حدث كدب وادا وعد اخلف وادا اؤتمن خان (متفق عليه)
Dari abu hurairah RA, bahwa rasulullah SAW bersabda,” tanda orang munafiq ada tiga : apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diberi amanat (dipercaya) ia berkhianat.”(HR. Muttafaq ‘alaih)[13]
Pengertian hadis bahwa sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat yang dimiliki orang munafik. Orang yang memiliki sifat-sifat tersebut berarti menyerupai orang munafik dan berperilaku dengan perilaku mereka[14]. Yang dimaksud dengan “janji’ dalam hadis di atas adalah janji yang baik, adapun janji yang buruk maka lebih baik dibatalkan. Bahkan terkadang wajib ditinggalkan jika menimbulkan kerusakan.
E. Diam atau Berkata Baik
Sabda Nabi SAW “ barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir “ maksudnya adalah keimanan yang sempurna, yakni keimanan yang dapat menyelamatkan dari adzab Allah dan mengantarkan kepada keridhaan-Nya.”maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau diam”, karena orang yang benar-benar beriman kepada Allah, takut terhadap ancaman-Nya dan mengharapkan balasan pahala-Nya serta selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Jadi yang lebih penting adalah mengendalikan anggota tubuh, karena setiap anggota tubuh akan dimintai pertanggung jawaban. Dalam hadis rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ [رواه البخاري ومسلم]
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)[15].
Mengenai makna hadis sebagian ulama mengatakan, “apabila seseorang ingin berbicara, jika diperkirakan bahwa yang akan dibicarakannya itu bisa mendatangkan pahala baginya, maka hendaklah ia mengucapkannya. Tetapi jika tidak maka hendaklah menahan perkataannya, baik itu haram, makruh maupun mubah karena perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan (disukai untuk ditahan). Contoh didalam suatu pertengkaran atau perdebatan kadang kita mengira bahwa seseorang yang diam adalah orang yang kalah tapi kadang–kadang orang yang diam itu berusaha untuk menahan perkataannya, mungkin karena dia tidak bisa merangkai kata-kata dengan baik akhirnya ia memilih untuk diam daripada menyakiti perasaan orang lain.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[16]:
1. Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
2. Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
3. Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya .
4. Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
5. Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
6. Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
7. Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya serta tidak menyakitinya.
8. Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar.
9. Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap syariat Islam.
10. Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik.
[1] Diterjemahkan dan diulas oleh K.H. Kahar Mansyur, Bulughul Maram 2, cetakan I (Jakarta:1992) ,hlm 358
[2] Ahmad Mu’adz Haqqi, Syarah 40 hadits tentang akhlak, Pustaka Azzam (Jakarta : 2003), hlm 16
[3] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab sunannya, kitab Al Birr
[4] Opcit (62, h(2002))(4/362-363) ia berkata,”Hadis hasan shahih”
[5] Ahmad Mu’adz Haqqi, Syarah 40 hadits tentang akhlak, Pustaka Azzam (Jakarta : 2003), hlm 167-168
[6] Fathul baari (10/507)
[7] Ahmad Mu’adz Haqqi, Syarah 40 hadits tentang akhlak, Pustaka Azzam (Jakarta : 2003), hlm 167-168
[8] http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09
[9] Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya shohih, Al-Iman/20, h(78), 1/69
[10] http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09
[11] http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09
[12] Jami’ Al Ulum (hlm.375)
[13] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya, Al Iman (24, 1/14) dan muslim dalam kitab shahihnya, Al Iman (125, h 107, 1/78)
[14] Shahih Muslim Bisyarh An-Nawawi (2/47)
[15] Ahmad Mu’adz Haqqi, Syarah 40 hadits tentang akhlak, Pustaka Azzam (Jakarta : 2003), hlm
[16] http://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar